Makalah: Desa Swakarya, Desa Swadaya dan Desa Swasembada
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Desa memiliki perkembangan tersendiri, namun kita harus awali dengan memahami desa. Pemahaman desa secara umum dan khusus sudah kita ketahui. Desa dalam pengertian umum dalam adalah desa sebagai suatu gejala yang bersifat universal, terdapat di manapun di dunia ini. Sebagai suatu komunitas kecil, yang terikat pada lokalitas tertentu baik sebagai tempat tinggal maupun bagi pemenuhan kebutuhan dan terutama yang tergantung pada pertanian, desa cenderung memiliki karakteristik-karakteristik tertentu yang sama. Sudah barang tentu di samping kesamaan di antara desa-desa di dunia ini, terdapat pula sejumlah perbedaan-perbedaan yang merupakan ciri-ciri khusus masing-masing pelbagai negara. Perbedaan inilah yang menjadi pembahasan yang ada di makalah ini. Dengan jenis desa swakarya, swadaya dan desa swasembada.[1]
Walaupun
hingga saat ini belum ada kesepakatan umum tentang keberadaan masayrakat pedesaan
dalam bentuk pengertian yang baku. Akan tetapi, pedesaan memiliki arti
tersendiri dalam kajian struktur sosial atau kehidupanya. Dalam keadaan yang
sebenarnya, pedesaan dianggap sebagai standar dan pemeliharaan sistem kehidupa
bermasyarakat dan kebudayaan asli seperti, gotong royong, tolong menolong,
persaudaraan, kesenian, kepribadian, adat istiaat, nilai-nilai dan norma.
Pedesaan acap kali dideskripsikan sebagai tempat kehidupan bermasyarakat di
mana anggota masyarakatnya bergaul dengan rukun, tenang, selaras, dan akur.
Konflik sosial biasanya berkutat pada peristiwa sehari-hari, misalnya hal
pemilikan tanah, gengsi, perkawinan, perbedaan antar kaum muda dan tua, dan
persoalan wanita dan pria. Pedesaan juga sering dipahami tenteram, guyup,
rukun.
Kesan populer secara sepintas tentang
kehidupan masayarakat pedesaan dipahami sepintas sebagai kelompok masayarakat
yang “bodoh” lambat berpikir dan bertindak, mudah tertipu, dan sebagainya.
Kesan ini dilatarbelakangi oleh ketidaktahuan tentang masayarakt desa. Untuk
itu lebih tepatnya kesan tentang kehidupan masyarakat pedesaan adalah masyarakat
yang masih menganut pola-pola kehidupan tradisional. Akan tetapi, sifat-sifat
tradisonal bagi masayarakat pedesaan juga tidak selamanya benar, sebab pada
awalnya pola masyaarkat pertanian pedesaan secara tradisional digunakan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari, sedangakan dewasa ini sudah banyak masayarakat
pertanian menganut pola bisnis.[2]
Desa
memiliki tingat perkembangannya, dari desa swakarya, swadaya sampai kepada desa
swasembada. Dalam ketiga konsep ini, makalah ini akan menjelaskan dan
memberikan gambaran tentang desa dan tingkatnnya. Dengan diawali apa itu
pengertian desa seacara umum dan khusus.
1.2 Tujuan
1.
Agar dapat memahami pengertian desa menurut sosiologi pedesaan, menurut
para ahlinya,
2.
Dapat memahami ciri-ciri desa dan mengetahui gambarannya,
3.
Mengetahui dan mempelajari perkembangan desa dan ciri-cirinya.
1.3 Rumusan Maslaah
Berdasarkan
latar belakang masalah tersebut di atas, maka masalah dirumuskan sebagi
berikut:
1.
Apa pengertian desa menurut sosiologi pedesaan?
2.
Apakah pengertian desa swakarya,
desa swadaya dan desa swasembada?
3.
Apakah unsur-unsur yang ada di dalamnya?
4.
Apakah kesimpulan dan saran yang diperoleh dari makalah ini?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Desa
Pemahaman desa dalam makalah ini
mempergunakan disiplin sosiologi pedesaan. Suatu konsep yang sangat pokok dalam
sosiologi pedesaan adalah desa. Sekalipun desa dalam pengertian yang sangat
umum merupakan cerminan dari kehidupan yang bersahaja, yang belum maju, namun
untuk memahaminya bukanlah sederhana.
Pengertian
desa seacara umum lebih sering dikaitkan dengan pertanian. Egon E. Bergel
(1955:121), mendefenisikan desa seabagi setiap pemukiman para petani (peasant).
Sebenarnya faktor pertanian bukanlah ciri yang selau ada dan terus melekat pada
setiap desa. Ciri utama yang terletak pada desa adalah fungsinya sebagai tempat
tinggal suatu kelompok masyarakat yang relatif kecil. Dalam Sosiologi, jenis
kelompk semacam ini yakni memiliki ikatan kebersamaan dan ikatan wilayah
tertentu pengertian dalam mencakup konsep komunitas.
Suatu
defenisi yang dikemukakan oleh Paul H. Landis (1948:12-13), seorang sarjana
Sosiologi Pedesaan dari Amerika Serikat, dapat dikatakan cukup mewakili
pendefenisian desa umumnya. Menurut dia, defenisi desa dapat dipilah menjadi
tiga, tergantung pada tujuab analisa statistik,
desa didefenisikan sebagai suatu lingkungan yang penduduknya kurang dari 2500
orang. Untuk tujuan analisa sosial-psikolog,
desa didefenisikan sebagai suatu lingkunga yang penduduknya memiliki
hubungan yang akrab dan serba informal di antara warganya. Sedangkan untuk
tujuan analisa ekonomik, desa
didefenisikan suatu lingkungan yang penduduknya tergantung pada pertanian.[3]
Pengertian desa dari beberapa ahli.
R.Bintarto. (1977), desa adalah merupakan perwujudan
geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis, sosial, ekonomis
politik, kultural setempat dalam hubungan dan pengaruh timbal balik dengan
daerah lain.
Sutarjo Kartohadikusumo (1965) desa merupakan kesatuan hukum
tempat tinggal suatu masyarakat yang berhak menyelenggarakan rumahtangganya sendiri
merupakan pemerintahan terendah di bawah camat.
UU no. 22 tahun 1999 desa adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui
dalam sistem pemerintahan Nasional dan berada di daerah Kabupaten.
Sedangakan, defenisi resmi pengertian desa tertuang dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1979 “desa adalah suatu
wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk
di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan
terendah langsung dibawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya
sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
2.1 Ciri-Ciri Desa[4]
Adapun
ciri-ciri desa secara umum adalah
1. Konflik dan persaingan, menunjukkan bahwa sering juga
masyarakat di desa walaupun hidup secara terus. Para ahli antropologi yang
biasa meneliti masayarakat-masyarakat kecil yang telah banyak megnumpulkan
bahan tentang pertengkaran dalam masyarakat yang mereka teliti dan tidak hanya
mengenai pertengkaran, melainkan juga konteroversinya. Contoh desa di Indonesia
yang pernah terjadi pertengkaran adalah desa Celapar di Jawa Tengah, Telang di
Kalimantan Tengah, Botoramba di Muremarew di Irian Barat.
2. Kegiatan bekerja, dalam kenyataan kehidupan
masayarakat desa seperti di desa Jagakarsa dekat Jakarta, Rarak di Sumbawa,
Tahingan di Bali, dll, justru bekerja keraslah merupakan syarat penting untuk
dapat tahan hidup dalam masyarakat pedesaan di Indonesia.
3. Sistem tolong menolong, tambahan bantuan dalam pekerjaan
pertanian tidak disewa tetapi yang diminya dalam sesama warga desa, ialah
pertolongan pekerjaan. Aktivita ini konpensasinya adalah bukan bagian dari
hasil pekerjaan, melainkan tenaga bantuan juga.
4. Jiwa gotong-royong, dasar-dasar aktivitas gotong-royong
sebagai suatu gejala sosial dalam masyarakat desa.
5. Musyawarah, musyawarah adalah sutu gejala sosial yang ada dalam banyak
masayarakat pedesaan umumnya dan khususnya di Indonesia. Artinya ialah, bahwa
keputusan-keputusan yang diambil dalam rapat tidak berdasarkan mayoritas, yang
menganut suatu pendirian tertentu, melainkan seluruh rapat, seolah-olah sebagai
suatu badan.
2.3 Perkembangan desa
2.3.1 Desa Swadaya
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesai adalah desa swadaya
adalah desa yang masih terikat oleh tradisi karena tarif pendidikan yang masih
relatif rendah, produksi yang masih diarahkan untuk kebutuhan primer keluarga
dan komunikasi keluar sangat terbatas. Desa ini bersifat sedenter, artinya
sudah ada kelompok keluarga yang bermukim secara menetap di sana.
Norma yang terdapat di desa ini adalah, (1) mata pencaharian
penduduk di sektor primer yaitu sebagian besar penduduk hidup dari pada
pertanian, peternakan, nelayan, dan pencaharian dari hutan. (2) Adat istiadat
masih mengikat . (3).Kelembagaan dan
pemerintahan desa masih sederhana.
Prasarana kurang memadai dan biasanya desa ini mampu menyelenggarakan
rumah tangganya sendiri.
Ciri-ciri desa swadaya:[5]
- Daerahnya terisolir dengan daerah lainnya.
- Penduduknya jarang.
- Mata pencaharian homogen yang bersifat agraris.
- Bersifat tertutup.
- Masyarakat memegang teguh adat.
- Teknologi masih rendah.
- Sarana dan prasarana sangat kurang.
- Hubungan antarmanusia sangat erat.
- Pengawasan sosial dilakukan oleh keluarga
Menurut KBBI desa swakarya memiliki pengertian desa yang
sudah agak longgar adat-istiadatnya karena pengaruh luar, mengenai teknologi
pertanian, dan taraf pendidikan warganya relatif tinggi dibandingkan desa
swadaya. Adopsi teknologi tertentu sering merupakan salah satu sumber perubahan
itu.
2.3.2 Desa Swakarya
Desa
swakarya adalah desa yang setingkat lebih maju dari desa swadaya, di mana
adat-istiadat masayarakat desa sedang mengalami transisi, pengaruh dari luar
sudah mulai masuk ke desa, yang mengakibatkan perubahan cara berpikir dan
bertambahnya lapangan pekerjaan di desa, sehingga mata pencaharian penduduk
sudah mulai berkembang dari sektor primer ke sektor sekunder, produktifitas
mulai meningkat dan diimbagi dengan bertambahnya prasarana desa. Adat yang
merupakan tatanan hidup masyarakat sudah mulai mendapatkan perubahan sesuai
dengan perubahan yang terjadi dalam aspek kehidupa sosial.
Norma-norma desa swakarya: (1). Mata pencaharian penduduk di
sektor sudah mulai bergerak di bidang kerajina dan industri kecil, seperti
pengolahan hasil pengawetan bahan makanan. (2). Out put desa merupakan jumlah
dari keseluruhan produksi desa yang dinyatakan dalam nilai rupiahdi bidang
pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kerajinan, perdagangan pada
tingkat sedang.(3). Adat istiadat dan kepercayaa penduduk berada pada tingkat
transisi.
Desa ini mulai mampu
menyelenggarakan rumahnya tangganya sendiri, administrasi cukup baik, dan LKMD
mulai berfungsi menggerakkan peran serta, masyarakat dalam pembangunan.
Ciri-ciri
desa swakarya adalah:[6]
- Kebiasaan atau adat istiadat sudah tidak mengikat penuh.
- Sudah mulai menpergunakan alat-alat dan teknologi
- Desa swakarya sudah tidak terisolasi lagi walau letaknya jauh dari pusat perekonomian.
- Telah memiliki tingkat perekonomian, pendidikan, jalur lalu lintas dan prasarana lain.
- Jalur lalu lintas antara desa dan kota sudah agak lancar.
2.3.3 Desa Swasembada
Desa swasembada atau disebut juga dengan desa maju atau
berkembang. Menurut kamus besar bahasa Inodesia desa swasembada adalah desa
yang lebih maju daripada desa swakarya dan tidak terikat oleh adat-istiadat.
Pengertian secara umum, desa swasembada adalah desa yang masyarakatnya telah
mampu memanfaatkan dan mengembangkan sumber daya alam dan potensinya sesuai
dengan kegiatan pembangunan regional. Di desa ini adat istiadat dalam
masyarakatnya sudah tidak mengikat, hubungan antar manusia bersifat nasional.
Mata pencaharian pendudu sudah beraneka ragam dan bergerak di sektor tertier,
teknologi baru sudah benar-benar di bidang pertanian, sehingga produktivitasnya
tinggi. Diimbangi dengan prasarana desa yang cukup. Bentuk desa bervariasi,
tetapi rata-rata memenuhi syarat-syarat pemukiman yang baik. Para pemukim sudah
banyak berpendidikan setingkat dengan sekolah atas.
Norma-norma desa swasembada (berkembang) ialah, (1) mata
pencaharian penduduk di sektor tertier yaitu sebagian besar penduduknya
bergerak di bidang perdagangan dan jasa. (2) out put desa merupakan jumlah dari
seluruh produksi desa di bidang pertanian, peternakan, perkebunanam perikanan
dan perdagagngan/ jasa sudah tinngi.
Ciri-ciri desa swasembada:
- kebanyakan berlokasi di ibukota kecamatan.
- penduduknya padat-padat.
- tidak terikat dengan adat istiadat
- telah memiliki fasilitas-fasilitas yang memadai dan labih maju dari desa lain.
- partisipasi masyarakatnya sudah lebih efektif.
BAB III
PENUTUP
Defenisi
resmi pengertian desa tertuang dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1979 “desa adalah suatu
wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat
termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan
terendah langsung dibawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya
sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ciri-ciri desa adalah,
adanya konflik dan persaingan, kegiatan bekerja, sistem tolong-menolong,
gotong-royong,musawarah.
Desa memiliki perkembangan tersendiri, yaitu desa swadaya,
desa swakarya dan terakhir adalah desa swasembada. Desa menurut tingkatan ini
memiliki karakteristik yang berbeda, dan
memiliki ciri-ciri. Dalam penjelasan di makala, desa yang terkategori memiliki
kemjuan adalah desa swadaya, kemudian desa swakaryam, dan terakhir adalah desa
swasembada.
Seperti penjelasan di bab II, bahwa desa-desa ini memiliki
perbedaan out put, kategori mata pencaharian, dan juga masalah yang dihadapi
penduduknya.
Sebagai seorang mahasiswa yang memilik
tanggung jawab dalam pembangunan yang ada di Indonesia. Desa merupakan wilayah
terluas di Indonesia, yang masih memiliki masalah sosial, mata pencaharian yang
belum layak, sandang pangan yang masih belum mencukupi, serta masalah lainya.
Bangsa kita, masih memiliki tinggkat kemiskinan yang tinggi dalam mencapai
globalisasi. Tentunya sebagai tugas dan tanggung jawab kita adalah memberikan
sumbangsih dan ilmu yang kita miliki dalam mencapai kemajuan desa-desa.
Sehingga desa yang masihnbrkutat dalam kategori desa swadaya bisa naik kepada
desa swakarya dan kemudian ke desa swasembada.
Bagi pemerintah, diharapkan bida memberikan
perhatian khusus terhadap desa-desa yang ada di Indonesia. Mengalokasikan dana
untuk membangun desa yang akan lebih baik dan bisa mengikuti perkembangan yang
ada di kota. Meniggkatkan kualitas desa itu sendiri. Selain itu, pemerintah
memeberikan program yang bisa membangun perkembangan desa, jangan melakukan
korupsi tentang pendanaan yang ada di desa, sehingga desa mendapatkan kemajuan.
DAFTAR PUSTAKA
Raharjo.2004. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian.
Gadjah Mada University. Yogyakarta .
Sajogyo & Pudjiwati.1992. Sosiologi Pedesaan. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Elly M. Setiadi & Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi: Pemahaman Fatkta dan
Gejala Permasalahan Sosial; Teori, Aplikasi dan Pemecahannya. Cetakan Kedua. Kencana Prenada Media Group.
Jakarta.
Koentjaraninggrat. 2002. Pengantar Antropologi. Cetakan
kedelapan. Rineka Cipta. Jakarta.
Sumber Lain:
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Desa (diakses pada tanggal 19 Oktober
2014)
http://www.kamusbesar.com/49943/desa-swadaya-swakarya-swasembada (diakses pada tanggal 20 Oktober 2014)
http://kopite-geografi.blogspot.com/2012/12/klasifikasi-desa-dan-perkembangannya.html?=1 (diakses pada tanggal
20 Oktober 2014)
[1]
Raharjo. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan
Pertanian. Gadjah Mada University. Yogyakarta . 2004. Hal 28-29
[2] Elly
M. Setiadi & Kolip. Pengantar
Sosiologi: Pemahaman Fatkta dan Gejala Permasalahan Sosial; Teori, Aplikasi dan
Pemecahannya. Cetakan
Kedua.2011. Kencana Prenada Media Group.
Jakarta. Hal. 841-842.
[3] Raharjo.
Pengantar Sosiologi Pedesaan dan
Pertanian. Gadjah Mada University. Yogyakarta . 2004. Hal. 29-30
[4] Sajogyo & Pudjiwati. Sosiologi Pedesaan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 1992.
Hal. 30-38.
Tags : Jurnal Sosiologi
1 Reviews:
mantap infonya ijin copas gan........
Reply