Resume: Memutus Siklus Kekerasan : Pencegahan Konflik dalam Krisis Intranegara.
A.
Identitas
Buku
Judul :
Memutus Siklus Kekerasan : Pencegahan Konflik dalam Krisis Intranegara.
Penulis :
Janie Leatherman, dkk.
Penerjemah :
Muba Simanihuruk dan Subhilhar
Penerbit :
Gaja Mada University Press
Tahun Terbit :
Januari 2004
Tebal Buku : 320
halaman.
B.
Analisis
Isi Buku
Konflik
intranegara telah menjadi ancaman serius bagi keamanan dan perdamaian di akhir
abad ke-20. Konflik tersebut telah mengakibatkan kehancuran dalam skala yang
luas, meruntuhkan negara, kerusakan lingkungan yang parah, instabilitas
regional, melonjaknya jumlah pengungsi dan yang terusir secara paksa dari
tempat tinggalnya, dan jumlah korban sipil yang tinggi. Konflik intranegara
tampaknya membutuhkan metode-metode pencegahan dan sistem siaga dini yang
sangat berbeda ketimbang konflik
antarnegara.
Secara
keseluruhan buku ini menarik untuk
dijadikan sebagai bahan pembelajaran dan pembuatan kebijakan terutama dalam
rangka pencegahan dan penanggulangan konflik intranegara. Sebab, dalam buku ini
disajikan metode-metode serta langkah-langkah yang dapat dijadikan sebagai
acuan dalam rangka mencegah dan mengatasi konflik intranegara. Salah satu
metode yang dibahas dalam buku ini yang dapat kita gunakan sebagai kebijakan
dalam rangka mencegah dan mengatasi konflik adalah metode siaga dini dan
pencegahan konflik. Metode ini merupakan salah satu langkah pencegahan konflik
dengan menempuh berbagai kebijakan-kebijakan dalam rangka mencegah konflik
intranegara terutama dalam negara atau daerah yang rawan terjadi konflik.
Usaha
untuk mengembangkan siaga dini dalam konflik internegara bukanlah sesuatu yang
baru. Siaga dini dalam konflik intranegara dilakukan melalui pencarian
indikator yang paling efektif, metode, dan sistem informasi, dimana kondisi
ekonomi, sosial dan kultural dan proses konflik yang kondusif kearah aksi
kekerasan dapat diidentifikasi secara dini. Namun demikian, senantiasa terjadi
bias mekanis dalam sebagian besar literatur siaga dini. Ini membuktikan bahwa
metode tertentu dan tepat dan sumber data yang realibel dalam konflik-konflik
kekerasan dapat dideteksi dan eskalasinya juga dicegah.
Siaga
dini merupakan bentuk disentralisasi yang penting dalam sebuah tindakan
transnasional sebab berbagai aktor, isu, metode dan target yang terkait di
dalamnya. Agar efektif, jaringan siaga dini memerlukan basis data untuk
mengkristalkan informasi dan merubahnya
menjadi sinyal-sinyal peringatan, atau” bendera merah”. Siaga dini akhirnya
adalah proses evaluasi akhir yang menuntun pada sebuah penilaian politis apakah
tindakan di lakukan atau tidak. Aktor-aktor utama yang terlibat dalam rangka
siaga dini adalah para akademisi , para analisis kebijakan , organisasi non
pemerintah, media, agen rahasia dan pembuat kebijakan pemerintah. Mereka semua
memiliki kekuatan dan kelemahan dalam pengumpulan dan penjajakan informasi
dalam siaga dini.
Siga
dini dan tindakan pencegahan adalah dalam bentuk tindakan yang terjalin erat
terkait dengan hubungan-hubungan aktor-aktor yang terlibat dan terintevedensi
tandakan yang akan di lakukan. Karna itu, anggapan bahwa siaga dini akan membuk
jalan pencegahan mungkin terlalu sederhana. Beberapa bentuk siaga dini secara
inheren memiliki fungsi pencegahan. Siaga dini adalah proses evaluatif yang
melahirkan pertimbangan politis mengenai perlu tidaknya mengambil tindakan.
Namun
demikian, pencegahan konflik dan sisitem siaga dini tidak selalu dapat berjalan
dengan baik. Pencegahan konflik dan sistem siaga dini senantiasa menghadapi
masalah-masalah besar, seperti validitas politik, membangun konsensus bersama,
dan organisasi yang bisa melakukan tindakan kolektif. Agar efektif, inisiatif
pencegahan konflik dan sistem siaga dini harus memiliki tujuan jangka pendek
dan jangka pendek. Tujuan jangka berupaya menghambat ekskalasi konflik. Upaya
yang lain yang dapat dilakukan, yakni menelusuri latar belakang penyebab
konflik. Pembangunan dan bantuan kemanusiaan bisa memperbaiki keatidakadilan
struktural dan membantu masyarakat, tapi tindakan ini juga memperburuk
perbedaan yang ada dan karena menjadi sumber konflik. Tindakan pencegahan juga
bisa diarahkan pada dimensi lain konflik internal seperti disparitas sosial dan
ekonomi, ketegangan budaya, dan kelemahan-kelemahan lembaga pemerintahan.
Dalam
rangka pelaksanaannya, siaga dini membutuhkan beberapa prasyarat yang sama seperti
mediasi yang impresial didalam konflik dimana kekerasan sudah meledak-jika
tidak tujuan siaga dini adalah membantu
salah suatu kubuh yang bertikai untuk memenangkan konflik. Sebuah sistem
siaga dini yang bergasil sebaiknya menggabungkan penggunaan model-model yang
bisa disimpulkan dan studi kasus yang mendalam yang melibatkan konteks lokal.
Siaga dini memerlukan model kriteria kunci spesifik melalui mana tingkat
stabilitas sekarang dan yang akan datang didalam sebuah masyarakat dan dalam
momen-momen pentingnya dapat dijajaki. Studi kasus dapat membantu memperkirakan
ketepatan waktu, cara dan konsekuensi ledakan sosial dan politik.
Selain
metode pencegahan dan sistem siaga dini dalam mengatasi konflik, buku ini juga
menawarkan berbagai metode lain dalam rangka pencegahan dan mengatasi konflik
sehingga buku ini semakin menarik untuk dibahas dan teori-teori yang ada
didalamnya dapat kita aplikasikan langsung dalam kehidupan sehari-hari.
Metode
lain yang dapat kita jadikan sebagai langkah pencegahan dan mengatasi konflik
adalah strategi pencegahan eksternal dan internal. Pencegahan internal
berlangsung dalam kubu-kubu berseteru itu sendiri, sedangkan pencegahan
eksternal melibatkan pihak ketiga. Didalam fase pra konflik, strategi
pencegahan menekankan pencegahan internal dan non kekerasan, berdasarkan tawar
menawar diantara pihak-pihak pertama yang terlibat dalam perselisihan. Dalam
fase intrakonflik, kesempatan penyelesaian konflik secara internal berkurang
dan kebutuhan keterlibatan pihak ekesternal semakin mendesak. Baik siaga dini
maupun pencegahan konflik keduanya bisa merupakan kegiatan jangka pendek,
sedangkan revolusi konflik dan proses pembangunan pendamaian membutuhkan waktu
yang lebih panjang.
Agar
penggembangan sebuah sistem siaga dini bisa efektif mengedintifikasi konflik
yang berkembang, faktor-faktor latar belakang berikut ini harus diperhatikan;
1. Tingkat
ketegangan struktural dalam masyarakat; semakin dalam ketegangan sosial,
semakin tinggi kemungkinan pecahnya konflik masyarakat. Ketegangan struktural
ini dapat dirubah dengan melakukan distribusi pendapatan dan kepemilikan tanah,
memperbaiki ketimpanagn sosial, khususnya akses untuk mendapatkan pekerjaan,
dan kesenjangan ekonomi antara kelompok-kelompok sosial dan regional yang
berbeda, khususnya antara pusat kota dan pinggiran pedesaan.
2. Teritori
yang dimiliki bersama atau tebagi-bagi; konflik kemungkinan besar terjadi dalam
komunitas yang berbeda yang tinggal di dalam teritori yang sama, khususnya jika
ketegangan–ketegangan stuktural dan kultural telah matang untuk menyulut
konfrontasi mereka. Sekregasi dapat mmebantu perdamaian tetapi ketika
perselisihan berlatar garis etnis atau bangsa muncul, ia mungkin juga akan
mempermudah mobilitas etnik, polaritasi kubu-kubu yang bersiteru, dan
mempercepat proses konflik. Jadi, identitas teritori dpat berfungsi sebagai
elemen identitas sosial dan cendrung menimbulkan bias solidaritas kelompok
dalam (in-group) dan menyebarkan permusuhan terhadap kelompok luar (out-group).
Ancaman-ancaman pada setip konstruksi inti kadang kala diklasifikasikan sebagai
”takdapat diraba”. Ancaman-ancaman itu adalah persebsi kebutuhan atau perhatian
aktor terkait dengan kesan tau status, dan legitimasi dan dengan itu tidak akan
memeberi kemungkinan untuk kompromi.
3. Setiap
pembelahan sosial: isu utama adalah apakah pembagian-pembagian dalma masyarakat
mencipkan pola silang-menyilang berdasarkan pada bagian pekerja yang komplek
dan loyalitas jamak atau apakah mereka membagi kelompok sosial dalam
kolektifitas yang saling tumpang tindih. Dari sudut pandang penjegahan konflik
hal-hal ini sangant penting yang ini apakah pembelahan ekonomi, kelembagaan,
dan identitas tidak tumpang tindih, melainkan member sebuah dasar untuk
berkembangnya masyarakat sipil yang berkelanjutan.
4. Legitimasi
polotik pemerintah: lembaga-lembaga negara yang demokratis dan adil cukup
penting sebagai penjamin hak-hak kelompok. Efektifitas dan penerimaan, atau
setidaknya toleransi pada intitusi-intitusi ini oleh mayoritas akan membantu
memelihara stabilitas dan suasana bebas dari rasa takut. Kemunduran dan
delegitimasi lembaga-lembaga politik akan membahayakan keteraturan public dan
akan membuka pintu tanggul kekerasan. Jika ini menyebabkan terbentunya kelompok
pribadi bersenjata dan bangkitnya sistem panglima perang, kemungkinan kekerasan
meningkat dengan cepat.
5. Tingkat
ketegangan kultural, perasaan penderitaan secara historis, secara umum, sejarah
konflik dalam masyarakat merefleksikan tingkat permusuhan di dalam masyarakat.
Faktor-faktor konflik sedemikian dapat di ungkap dengan mengeksplorasi
ketegangan-ketegangan antara etnik, religi, ideology politik, mitos dan
ideology yang berbeda, dan konfrontasi sejarah yang ditimbulkannya. Seringkali
jumlah konflik masalalu menjadi alat peramal yang terbaik untuk memprediksikan pecahnya
konflik-konflik baru. Disamping belajar bagaimana menghindari konflik,
orang-orang dan negara cendrung mengulangi kesalahan-kesalahan masa silam.
6. Dalam
masyarakat yang rentan konflik acap kali
ditandai tingginya tingkat militerisasi dan represi pemerintah dimana rakyat
yang dirugikan cendrung untuk bereaksi, kadang kala dengan aktif , kadang kala
dengan apatis. Respon itu tergantung dari tingkat kapasitas mobilisasi dan
kelembagaan dan sumber daya lain yang dimiliki komunitas tersebut, termasuk tingkat
persatuan di antara mereka. Organisasi dan mobilisasi yang rendah menopang
pemerintahan yang refresip mepertahankan
kekuasaannya.
Tindakan
pencegahan akan lebih efektif ketika tuntutan-tuntutan kelompok yang bertikai
masih dapat disesuaikan, kohesi internalnya belum terpolarisasi, tujuan yang
diperjuangkan masih bisa diraih dan
konflik belum bereskalasi dengan cara-cara kekerasan yang berbahaya. Tindakan
pencegahan konflik memiliki fungsi ganda yaitu : mengelola konflik laten dan
memperkuat stabilitas sosial serta membatasi konflik supaya jangan sampai ke
fase kekerasan agar pilihan menuju jalan damai tetap terbuka.
Penjelasan
struktutal menjelaskan bahwa kecenderungan konflik dalam masyarakat tergantung
pada organisasinya yakni bagaimana kelompok sosial yang memiliki beberapa
kepentingan dan sumber daya dihubungkan satu sama lainnya karena tujuannya
adalah mengembangkan strategi siaga dini dan pencegahan konflik, analisis ini
menekankan percepatan atau fakor yang mendorong terjadinya konflik dengan mudah
ketimbang analisis akar-akar structural yang mendalam.
Sistem pemberian hak biasanya
dihubungkan dengan hak-hak kepemilikan. Dari segi hak-hak ini, kegagalan
pemberian hak-hak berarti bahwa mereka tidak diberi akses yang cukup untuk
memperoleh makanan, tempat tinggal, pendidikan, dan kebutuhan-kebutuhan penting
lainnya. Diskriminasi demikian mungkin terkait dengan pelanggaran hukum
ketika pemberian hak-hak ekstra dalam
hak-hak kepemilikan terjadi. Pendekatan pemberian hak-hak telah digunakan untuk
menjelaskan latar belakang penyebab terjadinya konflik.
Penelitian
empiris telah mengungkapkan bahwa ketidakadilan ekonomi saja tidak cukup
sebagai penyebab letupan dan ekskelasi konflik berlatar etnis, walaupun ketidak
adilan ekonomi ini mungking berperan lebih kuat didalam jenis konflik lainnya
dan dalam situasi dimana diskriminasi minoritas pribumi diperarah oleh
tekanan-tekanan lingkungan. Meskipun begitu, faktor-faktor keterkaitan dalam
pembangunan ekonomi dan sistem sosial politik merupakan peramal konflik yang
lebih konflik daripada dekradasi lingkungan yang memiliki dampak yang lebih
kuat dalam perang skala yang lebih kecil.
Didalam
konflik internal ada sebuah kecenderungan untuk memisahkan kelompok berbeda
satu sama lain dan kemudian mempertajam batas-batas teritori. Pemisahan
demikian acapkali diikuti stereotype, pengkambinghitaman, dan bahkan
dihemunasiasi musuh yang meningkatkan dialektik demoniasi atau proses menjadi
kelompok dan penyucian diri. Peluang terjadinya konflik kekerasan diperkirakan
semakin meningkat jika populerisasi sosial, ekonomi, dan politik saling tumpang
tindah sehingga saling menguatkan satu sama lain. Dalam situasi demikian, hanya
sedikit ikatan sosial, Budaya dan ekonomi diantara kelompok-kelompok tersebut
yang akan memperkuat saling pengertian identitas.
Disamping
kelebihan-kelebihan tersebut, buku ini juga memiliki kelemahan, seperti bahasa
yang digunakan kurang komunikatif sehingga sulit dipahami. Namun, secara
keseluruhan isi buku ini menarik untuk dibahas.
Dalam
konteks pencegahan konflik di Negara Kesatuan Republik Indonesia, ada beberapa
metode dan teori yang dapat kita jadikan sebagai langkah-langkah pencegahan
konflik berdasarkan metode dan teori yang ada dalam buku ini. Seperti kita
ketahui, negara Indonesia adalah negara yang sangat rentan terjadinya konflik
karena kondisi masyarakat yang multikultural secara vertikal maupun horizontal.
Oleh karena itu, dalam rangka pencegahan dan mengatasi konflik dalam negara
Indonesia, ada beberapa metode yang dapat kita ambil dari buku ini.
Tags : Jurnal Sosiologi